JAKARTA – Polemik panas menyelimuti pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewo soal ‘dana mengendap’ atau ‘dana parkir’ Pemprov Sumatera Utara.
Angka fantastis Rp 3,1 triliun yang dilontarkan Menkeu berbenturan dengan data Pemprov yang hanya sekitar Rp 900 miliar. Kini, sorotan tajam mengarah pada Bank Indonesia (BI) untuk segera membuka data sesungguhnya.
Pengamat ekonomi Gunawan Benjamin mendesak BI turun tangan. “BI harus segera buka data dan menginformasikannya ke publik,” tegas akademisi UISU ini, Jumat (24/10/2025).
Menurutnya, polemik ini hanya bisa diakhiri dengan kejelasan data valid dari otoritas moneter.
Gunawan menduga, selisih angka yang signifikan ini mungkin disebabkan dinamika mutasi rekening. “Berbeda jika dananya dalam bentuk deposito berjangka, angkanya akan cenderung stabil. Saya yakini ini lebih karena mutasi yang membuat saldo sangat dinamis,” jelasnya.
Bukan Dana Mengendap, Tapi Dana Administratif
Di sisi lain, Peneliti El-Strika, Ika Anshari, menilai pernyataan Menkeu justru merugikan citra Pemprov Sumut. Publik punya persepsi bahwa dana Rp 3,1 triliun itu menganggur dan ‘berbunga’, padahal realitanya berbeda.
“Angka Menkeu menjadi bias. Dana Rp900 miliar yang diakui Pemprov itu bukan ‘dana mengendap’, melainkan dana yang belum terserap karena proses administratif,” ungka Ika.
Ika merinci, dana tersebut sedang menunggu evaluasi Perubahan APBD (P-APBD) dari Kementerian Dalam Negeri serta untuk pembayaran progres pekerjaan infrastruktur yang masih berjalan.
Kesalahan Data? Menkeu Diminta ‘Gentle’!
Kredibilitas data Kementerian Keuangan dipertanyakan. Sebelumnya, data BI membantah klaim Menkeu. Ternyata, dana Rp 3,1 triliun yang dimaksud adalah milik Pemprov Aceh, bukan Sumut. Aceh sendiri menempati posisi kelima dana daerah tertinggi di bank.
Ika Anshari pun menekankan bila nanti ditemukan kekeliruan oleh Menkeu, Kementerian Keuangan harus berani dan gentle menyampaikannya ke publik.
“Langkah ini penting untuk menghentikan asumsi yang merugikan dan memulihkan kepercayaan publik,” tuturnya. (FD)