MEDAN – Budaya spoken di kalangan Gen Z berkembang pesat seiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan gaya komunikasi. Generasi ini dikenal sebagai generasi yang ekspresif, kreatif, dan terbiasa dengan teknologi digital. Hal ini berpengaruh pada cara mereka berbicara, menyampaikan pendapat, hingga mengekspresikan diri melalui spoken dalam berbagai bentuk, mulai dari percakapan sehari-hari hingga platform digital seperti podcast, TikTok, dan YouTube.
Salah satu ciri khas spoken di kalangan Gen Z adalah gaya komunikasi yang santai, cepat, dan penuh dengan istilah kekinian. Mereka tidak ragu untuk mencampur bahasa, menggunakan slang, bahkan menciptakan kata-kata baru yang akhirnya menjadi tren. Misalnya, kata-kata seperti “bestie,” “vibes,” atau “no cap” yang awalnya populer di media sosial kini sudah menjadi bagian dari spoken sehari-hari. Gen Z juga sering menggunakan singkatan dalam percakapan lisan, seperti “LOL” (laugh out loud) atau “BRB” (be right back), yang sebelumnya lebih umum dalam tulisan.
Di sisi lain, budaya spoken di kalangan Gen Z juga sangat dipengaruhi oleh konten digital. Banyak dari mereka lebih nyaman menyampaikan pendapat atau bercerita melalui platform seperti podcast atau video pendek di TikTok. Fenomena ini mencerminkan bagaimana spoken tidak hanya sekadar percakapan langsung, tetapi juga menjadi media ekspresi yang lebih luas. Podcast, misalnya, menjadi ruang bagi Gen Z untuk berbicara tentang berbagai topik, mulai dari isu sosial, mental health, hingga pengalaman pribadi mereka. Tidak sedikit dari mereka yang membuat podcast hanya dengan menggunakan ponsel, membuktikan bahwa spoken kini bisa dilakukan di mana saja tanpa batasan.
Spoken word juga semakin populer di kalangan Gen Z sebagai bentuk seni berbicara yang penuh ekspresi dan emosi. Lewat spoken word, mereka bisa menyampaikan perasaan, kritik sosial, atau sekadar berbagi pengalaman hidup dengan cara yang lebih dramatis dan berkesan. Banyak komunitas spoken word bermunculan, baik secara online maupun dalam acara-acara offline seperti open mic.
Selain itu, budaya spoken di kalangan Gen Z juga sangat dipengaruhi oleh tren voice note. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang lebih banyak berkomunikasi lewat teks, Gen Z cenderung lebih suka mengirim voice note karena lebih cepat dan ekspresif. Voice note memungkinkan mereka menyampaikan emosi lebih baik dibandingkan dengan teks yang terkadang bisa disalahartikan. Tidak heran jika banyak dari mereka yang lebih memilih berbicara langsung lewat rekaman suara daripada mengetik panjang lebar.
Namun, meskipun spoken menjadi bagian penting dalam kehidupan Gen Z, ada juga tantangan yang muncul. Salah satunya adalah kebiasaan berbicara yang terlalu cepat atau terlalu informal, yang terkadang bisa menjadi kendala dalam situasi profesional. Banyak dari mereka yang terbiasa menggunakan bahasa santai di media sosial, sehingga ketika harus berbicara dalam situasi formal seperti wawancara kerja atau presentasi, mereka kesulitan menyesuaikan diri. Oleh karena itu, meskipun spoken menjadi gaya komunikasi utama Gen Z, tetap penting untuk memahami kapan harus berbicara dengan cara yang lebih profesional dan jelas.
Dengan segala keunikan dan tantangannya, budaya spoken di kalangan Gen Z terus berkembang dan beradaptasi dengan zaman. Mereka tidak hanya menggunakan spoken sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai sarana ekspresi, kreativitas, dan bahkan hiburan. Dalam dunia yang semakin digital, spoken menjadi lebih dari sekadar percakapan—ia adalah bagian dari identitas dan gaya hidup Gen Z yang dinamis dan selalu berubah.(RZ)