Fenomena “Cannon Event”, Momen Tak Terhindarkan yang Bentuk Jalan Hidup Manusia

MEDAN – Fenomena “cannon event” kini menjadi istilah yang ramai dibicarakan, terutama di kalangan pengguna media sosial sejak 2023.

Istilah ini berakar dari film animasi “Spider-Man: Across the Spider-Verse”, di mana istilah “canon” digunakan untuk menggambarkan momen penting yang membentuk karakter setiap versi Spider-Man di semesta berbeda.

Dalam konteks dunia nyata, istilah ini kemudian berkembang menjadi metafora untuk menggambarkan peristiwa besar—baik menyakitkan maupun mengubah hidup—yang diyakini harus terjadi agar seseorang bisa tumbuh dan menjadi versi terbaik dirinya.

Istilah “cannon event” pertama kali muncul secara viral di platform TikTok dan Twitter (X) tak lama setelah film tersebut dirilis pada pertengahan tahun 2023.

Para pengguna media sosial menggunakan istilah ini untuk menggambarkan pengalaman pribadi yang berat, seperti kehilangan orang terdekat, patah hati, kegagalan karier, hingga pengkhianatan teman.

Mereka menilai momen tersebut, meski terasa pahit, menjadi bagian penting dari proses pendewasaan. Dari sana, “cannon event” bergeser dari sekadar istilah film menjadi simbol refleksi emosional yang banyak dirasakan generasi muda.

Fenomena ini menyentuh sisi psikologis manusia tentang bagaimana seseorang menghadapi perubahan besar dalam hidupnya. Para ahli psikologi menilai, “cannon event” dapat dikaitkan dengan konsep resiliensi, yaitu kemampuan untuk bangkit setelah menghadapi tekanan atau trauma.

Peristiwa semacam ini sering kali menjadi titik balik seseorang dalam memahami diri sendiri, menata ulang prioritas, dan membangun makna baru dari pengalaman yang menyakitkan. Dengan kata lain, “cannon event” menggambarkan momen krisis yang justru menumbuhkan kekuatan batin.

Namun, tidak semua orang menyambut istilah ini secara positif. Beberapa psikolog mengingatkan bahwa romantisasi terhadap penderitaan bisa berbahaya jika membuat seseorang pasrah terhadap keadaan yang sebenarnya dapat dihindari. Misalnya, menganggap kekerasan dalam hubungan atau kehilangan pekerjaan sebagai “cannon event” tanpa mencoba mencari solusi yang sehat dapat menimbulkan sikap fatalistik.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana budaya internet kerap membungkus trauma dengan bahasa yang ringan, sehingga terkadang mengaburkan batas antara refleksi dan glorifikasi penderitaan.

Meski begitu, bagi banyak orang, istilah “cannon event” menawarkan cara baru untuk memahami penderitaan secara lebih bermakna. Dengan menyebut pengalaman sulit mereka sebagai bagian dari “alur besar kehidupan”, individu merasa lebih mudah menerima kenyataan dan bergerak maju.

Narasi ini juga memperkuat pandangan bahwa setiap orang memiliki “jalan cerita” yang unik, di mana peristiwa sulit adalah bab penting yang membentuk siapa mereka hari ini.

Pada akhirnya, “cannon event” bukan sekadar istilah tren internet, melainkan cermin dari kebutuhan manusia untuk memberi makna pada rasa sakit dan perubahan.

Dalam dunia yang serba cepat dan penuh tekanan, banyak orang menemukan penghiburan dalam keyakinan bahwa setiap peristiwa, sekecil apa pun, memiliki peran dalam membentuk perjalanan hidup mereka.

Mungkin, di balik luka dan kehilangan, tersimpan pelajaran yang tak tergantikan—sebuah “cannon event” yang menjadikan manusia lebih kuat, lebih bijak, dan lebih memahami arti dirinya sendiri.(RS)

#CannonEvent#KitaMedan#kitamedandotcomlifestyle