MEDAN – Salah satu hidangan spesial yang menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi berbuka puasa di kalangan masyarakat Melayu Sumatera Utara adalah bubur pedas. Meski namanya mengandung kata “pedas,” bubur ini sebenarnya lebih kaya akan rempah dan aroma khas dibandingkan rasa pedas yang dominan.
Bubur pedas bukan sekadar makanan, tetapi juga simbol kebersamaan, warisan budaya, dan bukti kekayaan kuliner Nusantara. Setiap suapan bubur pedas bukan hanya menghangatkan tubuh setelah seharian berpuasa, tetapi juga menyimpan cerita panjang yang telah diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Melayu.
Sejarah Bubur Pedas
Bubur pedas memiliki sejarah panjang dalam kehidupan masyarakat Melayu, terutama di Sumatera Utara dan beberapa daerah lain seperti Kalimantan Barat serta Riau. Hidangan ini awalnya berasal dari tradisi kuliner kerajaan Melayu yang kemudian menyebar ke berbagai lapisan masyarakat.
Dalam budaya Melayu, bubur pedas sering dihidangkan dalam acara adat, perayaan keagamaan, dan terutama saat bulan Ramadan. Dahulu, hidangan ini juga menjadi bagian dari kebiasaan gotong royong, di mana masyarakat berkumpul untuk memasaknya dalam jumlah besar lalu membagikannya kepada tetangga dan orang-orang yang membutuhkan.
Bubur pedas juga melambangkan kesederhanaan dan kebersamaan. Bahan-bahannya yang mudah didapat menjadikannya makanan yang bisa dinikmati oleh semua kalangan, dari rakyat biasa hingga kaum bangsawan.
Keunikan dan Cita Rasa Bubur Pedas
Bubur pedas memiliki keunikan tersendiri dibandingkan bubur pada umumnya. Jika biasanya bubur identik dengan tekstur yang lembut dan rasa yang cenderung gurih, bubur pedas justru menawarkan perpaduan rasa yang kompleks: sedikit pedas, gurih, dan kaya akan aroma rempah.
Bahan utama bubur pedas terdiri dari beras yang disangrai hingga kecokelatan lalu ditumbuk halus. Beras ini kemudian dimasak bersama aneka rempah dan sayuran seperti kangkung, daun kesum, pakis, dan kacang panjang. Rempah-rempah seperti lada hitam, kunyit, dan bawang putih menjadi kunci cita rasa khas bubur ini.
Salah satu elemen penting dalam bubur pedas adalah penggunaan santan, yang memberikan tekstur creamy dan rasa gurih alami. Tak ketinggalan, tambahan protein seperti ikan teri goreng, daging sapi, atau udang sering dijadikan pelengkap untuk memperkaya rasa. Bahkan, terkadang di campur anyang untuk menambah kenikmatan.
Tradisi Menyantap Bubur Pedas Saat Ramadan
Di Sumatera Utara, bubur pedas menjadi salah satu hidangan yang paling dicari saat berbuka puasa. Di beberapa masjid dan surau, bubur pedas sering dimasak dalam jumlah besar dan dibagikan secara gratis kepada jamaah sebagai bagian dari tradisi berbagi rezeki selama Ramadan.
Selain itu, banyak pedagang musiman yang menjual bubur pedas di pasar Ramadan. Kehangatan rempah-rempah dalam bubur ini dipercaya dapat mengembalikan energi setelah seharian berpuasa, sementara kandungan serat dari sayurannya membantu pencernaan tetap lancar.
Di kalangan keluarga Melayu, memasak bubur pedas juga menjadi tradisi yang melibatkan banyak anggota keluarga. Biasanya, ibu-ibu dan nenek-nenek akan turun tangan menyiapkan bahan-bahan, sementara anak-anak membantu mengaduk bubur di atas api kecil hingga matang. Proses memasak ini menjadi momen berharga yang mempererat hubungan keluarga.
Bubur Pedas di Era Modern
Seiring perkembangan zaman, bubur pedas tetap bertahan sebagai kuliner khas yang banyak dicari, terutama saat Ramadan. Beberapa restoran dan rumah makan khas Melayu kini memasukkan bubur pedas ke dalam menu mereka, bahkan beberapa chef mulai berinovasi dengan menambahkan bahan-bahan baru seperti jamur, ayam suwir, atau keju untuk menarik minat generasi muda.
Di media sosial, bubur pedas juga semakin populer. Banyak food blogger dan vlogger kuliner yang memperkenalkan hidangan ini ke khalayak yang lebih luas, sehingga membuat orang dari luar Sumatera Utara penasaran dan ingin mencobanya. Bahkan, ada usaha rumahan yang menjual bubur pedas dalam bentuk frozen atau siap saji agar bisa dinikmati kapan saja tanpa harus repot memasak dari awal.
Bubur pedas bukan hanya sekadar makanan khas suku Melayu di Sumatera Utara, tetapi juga bagian dari identitas budaya yang terus dijaga dan diwariskan. Di balik setiap mangkuk bubur pedas, tersimpan nilai-nilai kebersamaan, semangat berbagi, dan rasa syukur yang selalu menyertai bulan Ramadan.
Di tengah arus modernisasi, tradisi menyantap bubur pedas tetap bertahan, bahkan semakin dikenal luas di luar daerah asalnya. Bagi masyarakat Melayu, Ramadan terasa kurang lengkap tanpa kehadiran bubur pedas sebagai hidangan istimewa saat berbuka puasa.
Bagi yang belum pernah mencoba, bulan puasa adalah waktu yang tepat untuk menikmati bubur pedas dan merasakan kehangatan cita rasa khas Melayu yang kaya akan rempah dan sejarah.(RZ)