MEDAN – Dalam ajaran Islam, zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib ditunaikan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat. Namun, pertanyaan sering muncul mengenai bentuk pembayaran zakat, khususnya apakah boleh membayar zakat dengan uang tunai sebagai pengganti barang yang ditentukan dalam syariat.
Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Mazhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa zakat harus dikeluarkan dalam bentuk yang sesuai dengan jenisnya. Misalnya, zakat fitrah sebaiknya dibayar dengan makanan pokok, seperti beras di Indonesia. Mereka berargumen bahwa Rasulullah ﷺ dan para sahabat tidak pernah membayar zakat fitrah dengan uang.
Di sisi lain, Mazhab Hanafi memperbolehkan pembayaran zakat dengan uang. Menurut mereka, tujuan utama zakat adalah untuk membantu kaum fakir dan miskin. Jika uang lebih bermanfaat bagi mereka, maka membayar zakat dalam bentuk uang diperbolehkan. Pendapat ini juga diikuti oleh sebagian ulama kontemporer, terutama dalam konteks ekonomi modern di mana uang lebih praktis untuk memenuhi kebutuhan penerima zakat.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri dalam berbagai fatwanya menyatakan bahwa membayar zakat fitrah dengan uang diperbolehkan, selama senilai dengan harga makanan pokok yang ditetapkan. Hal ini didasarkan pada prinsip kemudahan (taisir) dalam Islam dan kebutuhan masyarakat.
Dengan perbedaan pendapat ini, umat Islam diberikan keleluasaan dalam menunaikan zakat sesuai dengan kondisi dan keyakinan masing-masing. Yang terpenting adalah niat yang tulus dan memastikan bahwa zakat benar-benar sampai kepada mereka yang membutuhkan.(EL)