Kolak, Rahasia Filosofi & Akulturasi Budaya di Balik Hidangan Legendaris Buka Puasa!

RAMADAN tak lengkap tanpa kehadiran kolak – hidangan manis berbahan pisang, ubi, dan santan yang menjadi ikon bukber (buka puasa bersama). Tapi tahukah Anda? Di balik rasanya yang lezat, kolak menyimpan kisah akulturasi budaya dan filosofi mendalam yang jarang terungkap!

Dari Prasasti Watukura hingga Meja Buka Puasa: Jejak Panjang Kolak
Jejak kolak atau hidangan sejenis tercatat sejak era Kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara. Prasasti Watukura (902 M) menyebut masyarakat Jawa kuno telah mengonsumsi cairan gula aren campur umbi-umbian. Namun, kolak modern seperti sekarang adalah hasil akulturasi budaya Timur Tengah dan lokal.

Kata “kolak” diduga berasal dari frasa Arab “kul laka” (makanlah) atau “khalaqa” (menciptakan). Sejarawan meyakini, kolak lahir dari interaksi pedagang Arab dengan masyarakat Nusantara yang memadukan cita rasa manis khas Timur Tengah dengan bahan lokal seperti santan, pisang kepok, dan kolang-kaling.

Filosofi Tersembunyi dalam Setiap Sendok Kolak
1. Pisang Kepok: Simbol “Kapok”
Pisang kepok dipilih sebagai pengingat untuk kapok (jera) dari perbuatan dosa.
2. Santan: Wujud Syukur pada Alam
Santan dari kelapa, si “pohon kehidupan”, melambangkan rasa syukur atas karunia Tuhan.
3. Gula Aren: Manisnya Iman
Kemanisan gula aren mencerminkan harapan agar iman tetap “manis” meski diuji lapar saat puasa.
4. Campuran Bahan : Keragaman yang Harmonis
Perpaduan pisang, ubi, dan kolang-kaling simbol persatuan masyarakat dalam keberagaman.

“Kolak adalah metafora kehidupan. Bahan sederhana diolah jadi hidangan bermakna, seperti manusia yang harus menyucikan diri di bulan Ramadan,” jelas sejarawan kuliner Fadly Rahmandalam wawancara eksklusif.

Kolak di Era Modern: Tetap Relevankah?
Meski kini muncul beragam hidangan buka puasa kekinian, kolak tetap bertahan sebagai ikon kuliner Ramadan. Survei Kementerian Pariwisata 2024 mencatat, 89% rumah tangga Muslim Indonesia masih menyajikan kolak minimal 3 kali seminggu selama Ramadan.

Tips Kekinian:
– Kreasi kolak dengan tambahan chia seed atau quinoa untuk gaya hidup sehat.
– Kolak rendah gula untuk penderita diabetes.
– Kolak beku (kolak ice cream) sebagai takjil segar.

Kolak Bukan Sekadar Makanan, Tapi Cerminan Identitas
Kolak adalah bukti bahwa kuliner bisa menjadi medium pelestarian budaya. Setiap suapannya mengajarkan:
– Kesederhanaan (dari bahan lokal murah).
– Ketahanan (hidup dari warisan leluhur).
– Spiritualitas (nilai filosofis yang mengiringi).

“Makan kolak sambil merenung, itu ibadah tersendiri,” ucap Chef Arnold Poernomo dalam acara Ramadan Culinary Festival 2024. (cnbc)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com