48 Jet Tempur KAAN Turki Dibeli Indonesia: Ambisi Besar atau Beban Keuangan? Ini Analisis Lengkapnya!
JAKARTA – Langkah pemerintah Indonesia membeli 48 jet tempur KAAN buatan Turkiye mengejutkan banyak pihak. Tak hanya karena nilainya yang fantastis, tetapi juga karena ini adalah pengadaan jet tempur keempat dalam waktu singkat, setelah Rafale (Prancis), KF-21 (Korea Selatan), dan wacana F-15EX (AS).
Pertanyaannya: Bagaimana Indonesia membiayai semua ini?
Kontrak KAAN: Bukan Hanya Beli, Tapi Juga Bangun Industri Dalam Negeri
Kesepakatan ini diteken pada 26 Juli 2025 di Istanbul, dalam pameran IDF 2025 dan baru diumumkan Kemhan dua hari kemudian. Yang menarik, kerja sama ini mencakup:
✅ Transfer teknologi dari Turkish Aerospace Industries (TAI)
✅ Produksi lokal bersama PT Dirgantara Indonesia dan PT Republika Aero Dirgantara
✅ Pengiriman bertahap selama 10 tahun
KAAN adalah jet generasi kelima yang diklaim setara F-35, dengan kemampuan siluman dan pertarungan elektronik canggih. Namun, apakah Indonesia siap dengan biaya operasional dan infrastrukturnya?
Masalah Pendanaan: Anggaran Pertahanan Turun, Tapi Belanja Jet Meningkat
EurAsian Times mempertanyakan: “Bisakah Indonesia membeli jet tempur lagi setelah KF-21 & Rafale?”
Faktanya
🔻 Anggaran pertahanan 2025 turun 6% dari tahun sebelumnya.
🔻 Belum ada kepastian pendanaan untuk KAAN (sumber: Janes Defence).
🔻 Indonesia masih menunggak pembayaran KF-21 – bahkan porsi kontribusi sempat dipangkas karena kesulitan keuangan.
“Pembelian ini berisiko membebani APBN, apalagi jika tidak diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat,” tulis analis militer Global Defence Review.
Logistik & Operasional: Banyak Jenis Jet, Banyak Masalah
Dengan tambahan KAAN, Indonesia akan mengoperasikan 5+ jenis jet tempur :
1. F-16 (AS)
2. Su-27/Su-30 (Rusia)
3. Rafale (Prancis)
4. KF-21 (Korea Selatan)
5. KAAN (Turki)
Dampaknya
➡ Biaya pelatihan pilot & teknisi melonjak (setiap jet punya sistem berbeda).
➡ Suku cadang & pemeliharaan lebih rumit.
➡ Infrastruktur hanggar & dukungan teknis harus dibangun dari nol.
“Ini strategi ‘non-blok’ yang mahal. Indonesia harus hati-hati agar tidak terjebak utang pertahanan,” kata pengamat militer dari CSIS.
Kesimpulan: Ambisi vs Realita
Pemerintah berargumen bahwa pembelian KAAN memperkuat kemandirian industri pertahanan. Namun, tanpa pendanaan jelas dan efisiensi alutsista langkah ini bisa menjadi bumerang finansial. (Kompas)