Edy Akui Belum Optimal Kelola Kelapa Sawit Saat Jadi Gubernur, Alasannya Masih Banyak Ditangani Pusat
MEDAN – Calon Gubernur Sumatera Utara nomor urut dua Edy Rahmayadi sempat kebingungan menjawab pertanyaan yang disampaikan Calon Gubernur Sumatera Utara nomor urut satu Bobby Nasution dalam debat publik ketiga antar Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara yang diselenggarakan KPU Sumut di Tiara Convention Center, Medan, Rabu (13/11/2024).
Bobby menanyakan tentang apa yang dilakukan Edy dalam melakukan pemerataan pembangunan bila dilihat dari potensi daerah.
Terlebih lagi saat ini pemerintah pusat mencanangkan bahan bakar B35 menjadi B100. Sementara di Sumatera Utara, masing masing kabupaten/kota punya punya potensi masing masing seperti, kelautan, pertanian, pariwisata dan lainnya.
Saat hendak menjawab Edy kembali bertanya apa kaitannya B100 dengan pemerataan pembangunan. Dia juga meminta kepada Bobby untuk memanjangkan atau menjelaskan apa maksud isitilah B100 sesuai dengan arahan moderator.
“Yang saya tanya B100 tadi itu apa. Tolong dijelaskan dan diterjemahkan apabila memakai istilah sesuai arahan moderator,” ungkapnya.
Edy juga tampak bingung. Diduga tidak memahami isu perubahan bio diesel 35 jadi Bio diesel 100. Biodiesel 35 atau B35 adalah campuran bahan bakar nabati berbasis CPO atau sawit yaitu, Fatty Acid Methyl Esters (FAME). Kadarnya adalah 35 persen, dan 65 persen lainnya merupakan bahan bakar ninyak (BBM) jenis solar.
Ketika ingin menjawab, Edy sudah kehabisan waktu menjawab. Kemudian Bobby menjelaskan, dirinya bukan bermaksud menjebak. Sebab, seingat dirinya Edy pernah mencanangkan program tersebut di Sumut yakni, bagaimana menghasilkan hilirisasi dari kelapa sawit.
“Bagaimana mendukung program pusat dari B35 jadi B100. Semua dari nabati. Karena kita penghasil sawit dan kita harus manfaatkan hilirisasi tersebut yang harus mulai dari Sumut. Kita tidak hanya jual tandan buah segar, minyak sawit mentah, tapi banyak turunan dari sawit,” ungkap Bobby.
“Ada industri baru, buka usaha industri turunan dari kelapa sawit harus dimulai dari Sumut. Daerahnya pasti akan naik, SDM-nya akan belajar bagaimana hilirisasi kelapa sawit. Bukan hanya menanam, tapi membuat produk turunannya,” katanya.
Menanggapi pernyataan Bobby, Edy kembali menimpali dia mengaku belum optimal mengelola kepala sawit. Sebab, khusus untuk kelapa sawit masih banyak pengelolaannya dilakukan pemerintah pusat.
“Hilirisasi masih direncanakan dan belum terlaksana. Kita masih mengoptimalkan dimana daerah peternakan, perikanan. Saat saya menjabat gubernur setiap saat saya sampaikan kepada bupati dan wali kota, khususnya penghasil sawit. Pengelolaanya belum optimal karena masih banyak ditangani oleh pusat. Mudah-mudahan 5 tahun mendatang bisa lebih optimal,” ucap Edy. (RZ)